![]() |
| Logo OYO sumber: google.com |
Ritesh Agarwal, Founder dan CEO dari OYO mengawali bisnisnya di tahun 2011 dengan nama Oravel Stays sebagai hotel aggregator yang biasa digunakan untuk menyewakan kamar dan menjual dengan merknya. Titik balik perusahaan ini terjadi ketika menerima $100,000 dari Thiel Fellowship pada tahun 2012. Hanya dalam setahun, Oravel Stays beralih ke OYO Rooms Setelah melakukan penetrasi pada Oktober 2018, OYO sebagai jaringan hotel berbasis teknologi tak ingin menyebutkan dirinya sebagai virtual hotel operator atau room aggregator ataupun online travel agent.
“Justru OTA itu adalah mitra kami untuk distribusi kamar.
Kami bermitra dengan mereka semua. Salah satu pemilik properti kami menyebut
okupansi naik dari 28% jadi 92% setiap harinya setelah masuk ke jaringan Oyo.
Hotelnya mendapat rating bintang empat, dari hanya satu, di Booking.com,”
- Ritesh Agarwal, Founder dan CEO OYO
![]() |
| Bisnis Model Kanvas OYO sumber: google.com |
Bisnis Model OYO
OYO merubah bisnis modelnya dengan
bisnis model leasing dan franchising. Dengan kata lain, OYO tidak
memiliki properti hotel yang tercantum di situs web mereka. OYO merenovasi
hotel sesuai dengan daftar layanan standarnya dan menjadikan properti hotel
sebagai bagian dari “standardized budget
hotel chain” dengan merek OYO. Menggunakan sistem franchising artinya OYO hanya mentransformasi, memberi konsultasi
serta sistem pengelolaan hotel untuk digunakan oleh mitra hotel. Sedangkan
sistem leasing dilakukan dengan penyewaan
bangunan hotel secara keseluruhan kemudian mengubah interior dan eksterior
sesuai dengan brand OYO, menggunakan
sistem pengelolaan hotel dengan basis teknologi OYO, dan rekrutmen tim internal
dalam operasi hotel tersebut. Untuk menjadi mitra OYO, setiap hotel harus
memenuhi serangkaian pedoman untuk layanan, harga, kualitas staf, fitur kamar,
keamanan, dll.
Apa yang membuat model bisnis OYO
unik dan berbeda dari perusahaan perhotelan lainnya adalah layanan perhotelan
yang distandarisasi yang lebih berfokus pada pengalaman pengguna daripada hanya
ketersediaan kamar dan harga hotel.
Struktur Organisasi
- Chief Executive Officer (CEO)
Pemimpin
perusahaan, penanggung jawab, pengambil keputusan, pion komunikasi ditingkat
korporat
- Human Resources
Sebagai tim yang
menangani urusan rekrutmen karyawan, pelatihan para mitra, administrasi, dan
memiliki tanggung jawab penuh atas kesejahteraan mitra OYO
- Sales & Marketing
Tim yang
memikirkan strategi marketing perusahaan, peningkatan revenue, profit dan
ketentuan waralaba (franchise).
- Finance
Tim yang
memiliki tanggung jawab atas pengelolaan dana di perusahaan OYO secara
keseluruhan
- Information Technology
Tim yang
menangani pengembangan aplikasi dan website OYO secara keseluruhan.
- Regional GM
Sebagai penanggung
jawab atas pengawasan dan pengontrolan properti dimasing-masing areanya
- Area Manager
Sebagai
penanggung jawab atas penerapan standar properti yang telah ditentukan pusat dimasing-masing
areanya.
- Property Manager
Sebagai penanggung
jawab atas pengaplikasian standar yang berlaku di tiap properti.
Manajemen Strategi
a. Environmental Scanning
Internal
Strengths :
-
OYO merupakan jaringan hotel berbasis teknologi
-
Hotel Budget dengan jumlah kamar sedikit di tiap
mitra OYO
Weaknesses :
-
Kesulitan memprediksi potensi okupansi hingga
akhir tahun
-
Menurunnya pelayanan
-
Pemutusan kerjasama secara sepihak oleh OYO
Indonesia
Hampir tidak
ada industri perhotelan yang mampu bertahan akibat dari merebaknya pandemi Covid-19
di seluruh belahan dunia, wisatawan dilarang untuk bepergian demi menekan angka
penyebaran virus sehingga mitra OYO Indonesa banyak mengalami pembatalan
pemesanan. Okupansi OYO menurun drastis pada awal pandemi hingga dibawah angka
20% namun kini berangsur membaik. Perampingan pegawai sebesar 17% secara global telah dilakukan OYO. Di
Indonesia 50% dari karyawan OYO Indonesia dirumahkan dengan status unpaid leave
guna menghindari PHK dengan durasi yang belum ditentukan, namun karyawan
tersebut masih mendapatkan RP 1,5 Juta perbulan sebagai insentif.
Dari
kompetitor OYO yaitu Airy Rooms telah menutup operasional terhitung sejak 31
Mei 2020 terdampak dari pandemi ini.
Dari pihak OYO maupun kompetitor lainnya seperti RedDoorz menanggapi hal ini
dengan berupaya meningkatkan bisnisnya agar mampu bertahan dikondisi sekarang.
Alasan dibalik tutupnya Airy Rooms tidak lain adalah karena ketidakmampuan startup hotel ini untuk menghadapi
penurunan bisnis dari banyaknya permintaan pengembalian dana yang tinggi dari
pembatalan pemesanan dari pengguna.
Eksternal
Opportunities :
-
Perubahan pola perilaku konsumen dalam memilih
properti
-
Tren staycation
selama pandemi
-
Sektor perhotelan di Indonesia dibolehkan
beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan
Threats :
-
Penerapan PSBB
-
Parameter zona hijau, kuning, merah yang berbeda-beda
di setiap wilayah Indonesia
Dari segi politik,
di tahun 2020 Indonesia termasuk di salah satu negara yang kondisi politiknya
terkendali. Industri perhotelan adalah salah satu sektor yang masih diizinkan
tetap beroperasi ditengah pandemi ini oleh Pemerintah Indonesia meski dengan
kebijakan tertentu diantaranya adalah penerapan protokol kesehatan.
Pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada kuartal II 2020 terkontraksi cukup dalam hingga -5,32%. Jika
kuartal III pertumbuhan ekonomi kembali terkontraksi, maka Indonesia dipastikan
masuk jurang resesi. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat,
hingga April 2020, total kerugian industri pariwisata Indonesia mencapai Rp
85,7 trilun. Ribuan hotel dan restoran terpaksa tutup. Namun dengan adanya
penerapan protokol kesehatan perlahan industri perhotelan mulai membaik di era new normal ini.
Masyarakat
Indonesia tentunya perlu menyesuaikan kembali terhadap perubahan sosial
yang terjadi salah satunya dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB). Parameter zona hijau, kuning, merah, yang berbeda di tiap wilayah
Indonesia juga menyulitkan hotel untuk memprediksi potensi okupansi hingga
akhir tahun. Hal ini tentunya mengubah pola perilaku konsumen dalam memilih
properti. Hotel budget dengan jumlah kamar yang sedikit tentunya lebih berpotensi
diminati karena lebih memungkinkan konsumen untuk menjaga social distancing da higienitas selama berlibur.
Kehadiran tren
virtual tour dan staycation yang merupakan konsep liburan yang dilakukan tanpa
melakukan perjalanan ke tempat lain merupakan salah satu hasil dari pemanfaatan
teknologi di masa pandemi ini. Banyak orang yang sudah merasa jenuh
dengan program work from home dan self quarantine yang berbulan-bulan
sehingga tertarik untuk merasakan suasana staycation di penginapan-penginapan
yang telah menerapkan standar protokol kesehatan. Mereka akan memilih hotel
yang berbasis teknologi dengan fitur check-in
check-out tanpa sentuhan serta integrasi e-wallet.
b. Strategy
Formulation
Apabila saya ditunjuk sebagai CEO OYO, formulasi strategi yang paling tepat ditengah pandemi Covid-19 berdasarkan dari scanning environtment diatas adalah dengan memanfaatkan sebaik-baiknya teknologi. Peningkatan kualitas pelayanan adalah fokus yang utama. Didukung dengan fakta bahwa OYO merupakan jaringan hotel berbasis teknologi tentunya mendukung program social distancing sehingga OYO dapat tetap melakukan pelayanan meski tanpa harus bertatap muka. Penerapan protokol kesehatan juga akan dilakukan agar menciptakan pengalaman menginap yang aman bagi pelanggan. OYO bisa bekerja sama dengan e-commerce atau berintegrasi dengan perusahaan e-wallet yang akan memudahkan proses pemesanan kamar. Selain itu, membentuk sebuah strategi pemasaran dengan mengikuti tren yang tentunya masih akan mengandalkan teknologi. Contohnya dengan menyediakan promo staycation dan potongan-potongan harga yang mampu bersaing di pasar.
c. Cara
OYO beradaptasi dengan situasi pandemi
Okupansi hotel yang menjadi mitra Startup jaringan hotel OYO anjlok hingga
60% akibat dari pandemi Covid-19. Banyaknya parameter zona hijau, kuning, merah
yang berbeda di tiap wilayah menyulitkan OYO dalam memprediksi potensi okupansi
hingga akhir tahun. OYO perlu mengubah skema kerja sama dengan mitra menjadi
sistem bagi hasil yang besarannya bergantung pada potensi pasar. Dalam upaya
peningkatan okupansi, OYO menyiapkan strategi melalui program Sanitized Stay yang diluncurkan pada
Juni lalu yaitu OYO akan menerapkan
protokol kesehatan untuk dilaksanakan oleh mitra hotelnya. Dari program
tersebut, terbukti bahwa okupansi hotel naik 20% setiap bulannya.
OYO juga tengah fokus untuk terus
memaksimalkan teknologi dan inovasi di setiap lini bisnis serta merumuskan dan
menerapkan prosedur baru yang sesuai dengan protokol kesehatan selama new normal. OYO menjalankan kampanye
#FightCovidwithOYO dan #OYOkuatlawancorona dengan fokus untuk melindungi para
mitra pemilik properti melewati krisis, meringankan beban para tenaga medis
yang berada di garda depan penanganan Covid-19, membantu para wisatawan yang
terpaksa terisolasi di sejumlah wilayah, serta membantu masyarakat setempat
yang membutuhkan atau disarankan untuk melakukan isolasi mandiri.
Dari sisi inovasi produk, brand Kopi Cinta merupakan lini bisnis baru diluar akomodasi yang diluncurkan OYO. Ada juga kolaborasi dengan Simas Insurace dan Qoala untuk proteksi asuransi tamu yang menginap di hotel OYO.
Referensi :
https://medium.com/@thepeacefulguy/success-story-understanding-oyo-rooms-business-model-dd7688a0ef1e
https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/5eea9dc2ceb69/okupansi-hotel-anjlok-60-imbas-pandemi-oyo-ubah-strategi-bisnis
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200624135313-206-516914/nasib-startup-hotel-murah-kala-pandemi-virus-corona



Komentar
Posting Komentar